WELCOME

S
elamat datang di Blog Saya :)

Senin, 14 November 2011

cerpen bukan pecundang


Udara panas kota Yogyakarta siang ini membuat Rio malas keluar dari rumah kos yang mirip sarang tikus itu, tidak ada jam kuliah hari ini semakin membuatnya enggan beranjak dari tempat tidur. Namun, perut yang semakin lapar dan berkeroncongan memaksanya untuk keluar mencari makan, dikeluarkannya sejumlah uang dari dompet dihitung sampai lima kali, hasilnya nihil. Hanya ada lima ribu rupiah.
“Gila, uang segini apa cukup buat makan gue, kalo gue pakek terus gue besok makan apa?” gumamnya. Rio memang tak pernah punya uang lebih untuk kebutuhan hidupnya sehari-hari, karena tiap kali orang tuanya mentransfer uang selalu habis untuk berfoya-foya bersama teman-temannya.
            Langkah gontai mengirinya menuju warung kecil di seberang jalan. Sampai di warung seperti biasa, cukup secangkir kopi dan sepiring nasi yang pas dengan uang di kantongnya. Dilihatnya seorang kakek yang duduk di samping pintu warung,
“Ini orang sama gembelnya kayak gue ternyata, jangan-jangan kalau gue tua entar kayak kakek-kakek ini ya?”. Batin Rio dalam hati sambil memicingkan mata melihat kakek tua itu.
“Hai anak muda, kenapa kau memandangiku seperti itu? Apa ada yang aneh dari diriku?” sentak kakek dengan nada tinggi membuat Rio tesentak kaget dari lamunannya.
“Eh, enggak kok kek, Cuma ngelihat aja masak enggak boleh. Penampilan kakek keren. Haha”
“Dasar kau anak muda, ini aku beri sebatang rokok. Aku tahu kamu sedang tak punya uang lebih”
“Kakek ini benar-benar gila. Bisa baca pikiran gue pula” batin Rio dalam hati sambil mengambil sebatang rokok pemberian kakek.
            Selesai makan, Rio kembali ke sarang tikusnya tanpa memikirkan kakek tua yang sudah beranjak pergi lima menit lebih dulu dari dia.
***
            Satu minggu berlalu, kejadian yang sama selalu terulang. Karena hari ini uang Rio benar-benar habis tanpa mampir warung dia langsung pergi ke Kampus. Saat berjalan menuju kampus tiba-tiba hujan deras turun, Rio memutuskan untuk berteduh di rumah orang yang lebih pantas disebut gubuk. Karena kalau dia tidak berteduh akan basah kuyup, itu sama artinya tidak punya baju ganti.
‘tok-tok-tok’ Rio mengetuk-ngetuk pintu rumah itu.
“Iya, tunggu sebentar” jawab sang empunya rumah sambil berjalan menuju pintu.
“Hai, kau anak muda? Kenapa bertandang ke rumahku?”. Rio terkejut setengah mati, ternyata pemilik rumah adalah kakek yang setiap hari bertemu dengannya di warung.
“Ternyata ini rumah kakek, saya mau numpang berteduh sebentar kek, soalnya hujan deras”.
            Rio dipersilahkan masuk ke dalam rumah, setelah bercakap-cakap lama mereka semakin akrab bagai seorang kakek yang bertemu cucunya setelah bertahun-tahun tidak bertemu. Dari percakapan itu pula Rio tahu bahwa kakek tinggal seorang diri dirumah.
            Tak terasa hari sudah larut malam hujan pun tak kunjung reda. Rio memutuskan untuk bermalam di rumah kakek karena permintaan kakek. Lagipula hal ini menguntungkan Rio karena mendapat makan malam gratis. Selesai makan malam Rio menuju kamar tidur.
***
            Hari sudah pagi, saat Rio bangun dia berfikir keras berada dimana saat ini. Dia mengingat-ingat kejadian kemarin
“Gue dimana sekarang? Kemarin.. Mmmm… berangkat kuliah, kehujanan, berteduh di gubuk kakek tua itu, bermalam disana. Tapi perasaan kemarin rumahnya gubuk peot dah, kok jadi hotel mewah gini?” gumam Rio sambil terheran-heran melihat sekililingnya.
“Hai anak muda, sudah bangun rupanya.” Suara kakek dari pintu mengejutkan Rio.
“Iya kek, memangnya kita sekarang dimana?”
“Hahaha, kita berada di Tokyo sekarang.”
            Rio terkejut setengah mati, petir di siang bolong. ‘Gila, di Tokyo? Yang gila gue apa kakek tua ini?’ batin Rio.
“Di Tokyo kek? Enggak mungkin banget dah.”
“Sudah, tak usah kau banyak bicara dan tanya. Sekarang cepat mandi dan ini baju ganti untuk kamu. Satu jam lagi kita berangkat ke Korea, ada meeting penting disana. Kau akan aku jadikan pewaris usahaku.”
            Rio semakin tak mengerti maksud kakek. ‘ke Korea? Meeting? Pewaris? Apa maksudnya.’ Dia masih tercengang dengan ucapan kakek.
“Rio, cepat bergegas! Nanti kau juga tahu dengan sendirinya.” Bentak kakek.
            Selesai mandi Rio duduk di sofa. Seorang laki-laki paruh baya menghampirinya.
“Permisi Tuan, ini Tuan Rio kan.” Tanya laki-laki itu pada Rio.
“Iya, kamu siapa?”
“Maaf mengganggu Tuan, saya Salim sopir sekaligus asisten Tuan besar.”
“Tuan besar? Siapa? Dan apa maksud semua ini?”
“Nanti saya ceritakan semua, sekarang Tuan ikut saya. Sebentar lagi kita ke Korea, Tuan Besar sudah menunggu di bawah.”
            Rio semakin dibuat pusing. Tidak mungkin kakek tua itu menjadi Tuan besar, dan memangnya dia bekerja sebagai apa. Rio bertanya-tanya dalam hati. Ini menjadi konflik batin baginya. Perang hati dan fikiran, mengalahkan rumitnya soal-soal fisika yang membuat dia tak kunjung ujian skripsi.

***
            Sampai di Korea, mereka langsung menuju gedung pertemuan di samping Korea University yang begitu mewah dan memukau. Selama ini dia melihat indahnya Korea hanya sebatas di tv atau buku, tapi kali ini benar-benar nyata di depan mata.
‘Gila, gue mujur banget jadi orang. Enggak  modal apa-apa bisa keliling dunia gini. Hahaha.’
“Mang, nanti kalau saya meeting Mang Salim dan Rio tunggu di ruang samping itu dan ceritakan pada Rio yang sudah saya kasih tahu sama Mang Salim tadi pagi.”
“Baik Tuan besar.”
            Kakek berlalu meninggalkan Rio dan Mang Salim di mobil, kemudian mereka beranjak turun mobil dan menuju ruang samping. Rio hanya bisa mengikuti langkah Mang Salim karena dia bingung harus kemana. Namun Rio tak begitu lagi memikirkan keberadaannya sekarang.
“Tuan, sebelumnya saya tanya apa Tuan muda tahu siapa sebenarnya pak Marjuki itu?” Tanya Mang Salim pada Rio.
“Pak Marjuki? Maksudnya kakek tua itu mang? Jelas belum, saya ketemu beliau di warung dekat rumah kos saya.”
“Iya, beliau asli orang Semarang saya sendiri tidak tahu tepatnya. Posisi beliau saat ini Ketua mafia kelompok kami.”
“Mafia kelompok? Maksudnya Mang?”
“Kami kawanan Perampok kelas kakap nomor satu di dunia, Tuan besar punya tujuh puluh ribu lebih bawahan yang tersebar di seluruh dunia.”
Bagai petir di siang bolong lagi, Rio terkejut bukan main terlebih saat ingat kata-kata kakek tadi pagi bahwa dia akan menjadi pewarisnya. Itu sama artinya dia menjadi pimpinan Mafia kelompok rampok.
“Apa? Perampok mang? Apa tidak bahaya? Dan kalau saya gabung, saya tidak tahu apa-apa”  Tanya Rio terkejut.
“Iya Tuan, tenang saja dengan uang kita bisa merubah segalanya.” Jawab Mang Salim
Belum sempat Rio bertanya lagi ,tiba-tiba ‘dert-dert’ hp mang Salim getar, panggilan masuk tertera nama ‘Tuan Besar’
“Hallo, ada apa Tuan? Apa sudah selesai meetingnya?”
“Iya, sebentar lagi saya sampai.”
“Tuan, Tuan besar sudah selesai meeting. Sekarang kita jemput beliau dan menuju tempat sasaran hari ini.”
“Berarti hari ini kita melakukan aksi Mang?” Tanya Rio.
“Iya Tuan.”
            Bank of Korea menjadi sasaran aksi geng mafia rampok hari ini.
“Rio,untuk hari ini kamu tidak ikut beraksi dulu cukup melihat dari cctv ini dan akan dijelaskan trik-trik apa saja yang kita gunakan oleh Gyun Woo,nanti aku akan memperkenalkan kamu dengan dia.” Kata kakek pada Rio.
‘Gyun Woo? Siapa lagi itu? Seperti nama orang Korea, tapi gue kan kagak ngerti bahasa Korea. Lagian ini pekerjaan haram, tapi kalau gue melarikan diri harus kemana? Utara selatan aja buta. Duh Gusti, apa yang harus aku lakukan?’
“Iya kek, tapi lebih baik aku pulang saja. Mending ngegembel seperti biasa daripada harus seperti ini. Lagipula pasti orang tuaku akan mencariku.”
“Sudah, kamu tak usah banyak bicara. Kakek percaya kamu bisa dan yang akan menjadi pewaris tunggal.”
“Hmmm.. ya sudahlah aku ikut.” Jawab Rio dengan pasrah.

***
            Jarak tempuh lima meter lagi mereka akan sampai di Bank Of Korea. Tanpa Rio sadari di belakang mobil yang dia tumpangi bersama kakek dan Mang Salim ada dua mobil anak buah kakek yang akan melakukan aksinya hari ini. Mobil berhehnti di bawah pohon akasia dengan radius lima meter dari tempat sasaran. Kakek dan sepuluh anggotanya berjalan menuju bank. Sementara itu, Rio dan mang Salim menunggu di dalam mobil, tiba-tiba seorang laki-laki yang sebaya dengan Rio masuk mobil.
“Rio, kenalkan namaku Gyun Woo.” Sapa orang asing itu pada Rio sambil menengadahkan tangan dengan wajah serius.
“Iya,gue Rio. Lu bisa bahasa Indonesia juga?” jawab Rio dengan wajah sama seriusnya.
“Iya lah,bisa. Tuan Besar yang mengajariku. Oke, sekarang kita mulai perhatikan ini baik-baik.” Jawab Gyun Woo lagi dengan menunjuk cctv yang dia bawa.
Tanpa menjawab Rio ambil posisi duduk di belakang, di samping Gyun Woo.
“Kamu perhatikan baik-baik ini. Tuan besar berada di paling depan, diikuti sembilan orang di belakang dengan format jalan 1-3-2-3. Kemudiam lima orang paling belakang berpencar dengan mempersiapkan senjata api disaku celana masing-masing. Mereka mulai masuk ruangan,sementara yang lima tadi berjaga agak jauh dan salah satu diantara mereka ada yang sudah berkomunikasi dengan operator heli. Jadi saat uang sudah dibawa, tak perlu lagi naik mobil di belakang itu. Langsung dibawa heli ke ruang markas kita. Lihat! Penjaga Bank lengah semua, mereka tak ada yang berani melawan. Uang sudah di bawa. Kamu dengar suara gemuruh dari selatan itu Rio?” jelas Gyun Woo panjang lebar pada Rio diikuti pertanyaannya.
Rio hanya menganggukkan kepala tanda mengerti dan tahu.
            Heli sudah di depan pintu Bank, kakek diikuti Sembilan pengawalnya pergi meninggalkan mereka bertiga di mobil. Sementara itu Mang Salim langsung tancap gas mengikuti arah heli.
‘kakek tua itu hebat banget, mbobol bank segede itu dengan mulus’ batin Rio dalam hati.
“Emang geng ini enggak pernah ketahuan polisi apa?” Tanya Rio
“Pernah,aku sudah dua kali masuk penjara. Tapi trik kita mengalahkan trik polosi jadi kamu tenang saja.”
Lagi-lagi Rio hanya bisa menganggukkan kepalanya.
            Sampai dimarkas mereka, ruang bawah tanah. Saat pertama kali Rio diberi tahu bahwa markas besar mereka adalah ruang bawah tanah fikirannya langsung menyimpulkan bahawa ruang itu gelap, pengap, sempit, kotor dan bau. Tapi keadaan berbalik seratus delepan puluh drajat.
“Kek,ruang bawah tanah yang mewah. Menglahkan mewahnya hotel berbintang.” Kata Rio pada kakek.
“Hahaha,kamu bisa saja. Besok tugas kamu membobol uang Rektor Korea University yang akan mengadakan pertemuan di gedung kampus itu.” Jawab kakek sambil menuang secangkir bir dalam gelas.
“Hah,apa kek? Aku? Tapi aku enggak bisa apa-apa.” Rio terkejut mendengar perintah kakek.
“Tenang Rio,kamu akan ditemani anak buahku yang sudah mahir semua.”
Rio tidak menjawab sama sekali, terbesit rasa menyesal dihatinya telah mengenal kakek tua itu. Rasa sedih bercampur dengan rindu pada orang tuanya. Dalam hati dia berkata, seumpama dia bisa balik ke Indonesia lagi dia tidak akan pernah menghambur-hamburkan uangnya. Dan berjanji akan segera menyusul ujian skripsi.
“Rio,kamu sanggup kan?” bentak kakek.
“Iya kek.” Jawab Rio dengan pasrah
“Sekarang kamu istirahat untuk persiapan besok agar bisa beraksi dengan lancar.”
            Rio berjalan menjauh dari kakek menuju tempat tidur. Fikirannya melayang-layang membayangkan hal-hal yang akan terjadi padanya besok. Serasa dunianya akan berakhir, di benar-benar takut.
***
            keesokan paginya Rio bangun dengan wajah pucat pasi, hari ini benar-benar menjadi kenyataan dan Rio harus melaksanakan misi kedua.
“Jangan-jangan gue entar mati kena bom nuklir lagi. Gue musti ngapain?” keluhnya sendiri.
‘Tok-tok-tok’ pintu kamar Rio diketuk-ketuk orang.
“iya,masuk saja” jawab Rio dari dalam.
Ternyata yang datang Mang Salim, memberitahukan pada Rio bahwa kakek sudah menunggu diruang tamu. Rio bergegas mandi,kemudian menemui kakek. Sesampainya diruang tamu, Rio mendapati kakek memakai kacamata tebalnya sambil mengutak-ngatik pistol kecil di tangannya.
“Kek,apa hari ini aku jadi melaksanakan misi kemarin itu?” Tanya Rio penasaran pada kakek.
“Tentu jadi Rio,kamu akan ditemani Gyun Woo. Dia sudah menunggu kamu di garasi. Sekarang cepat berangkat, dan ini senjata buat kamu.” Perintah kakek.
Sementara itu, Rio hanya bisa diam dan pasrah, diambilnya pistol kakek. Kemudian dia berjalan menuju garasi.
“Rio,lebih cepat sedikit! Pukul Sembilan kita harus sudah sampai disana.” Teriak Gyun Woo.
“Emang lu siapa perintah-perintah gue seenaknya saja.” Jawab Rio kesal.
            Mereka meluncur menuju Korea University,diikuti mobil anak buah dibelakang berisikan lima orang. Tak ada pembicaraan selama di perjalanan,mereka sama-sama konsentrasi dengaa fikiran masing-masing. Rio terlalu tegang menghadapi hari ini dan berharap hari ini segera berlalu.
            Semakin dekat dengan lokasi sasaran, Gyun Woo menerangkan trik-trik yang harus dilakukan Rio. Rio hanya menganggukkan kepala tanda mengerti. Radius seratus meter mereka berhenti, kemudian berjalan menuju gedung pertemuan Universitas tersebut. Jantung rio berdetak seratus kali lebih cepat.
“Rio,kamu ambil posisi sekarang. Kita masuk dengan santai, saat pemeriksaan di depan pintu nanti kalau ditanya ada benda mencurigakan diperutmu itu adalah besi ikat pinggang. Kata Gyun Woo.
“Iya,aku mengerti.”
Aksi mereka mulai, satu persatu orang di gedung itu mereka lumpuhkan. Meskipun Rio baru pertama kali melakukan hal ini tapi tak kalah hebatnya dengan Gyun Woo. Uang berhasil di bobol. Mereka bertujuh keluar dari gedung dan helicopter sudah siap di depan.
            Rio dan mafia gengnya berada di heli menuju markas. Dan tiba-tiba ‘Duaarrrr’ heli yang mereka tumpangi jatuh di tengah hutan karena hantaman bom dari pihak kepolisian.
             ***
            Rio berusaha membuka matanya dan mengingat-ingat kejadian yang menimpa dirinya. Kepalanya terasa sangat pusing. Dilihatnya kakek duduk disampinganya dan keadaan sekelilingnya. Dia merasa ada yang beda, ternyata dia kembali di gubuk tua kakek.