tak pernah aku tegoda tuk berfikir yang lebih baik darimu
namun, tak nampak lagi rasa sayang itu dari wajahmu yang dulu slalu kau bilang untukku
jangankan untuk tertawa tersenyum-pun aku tertatih
diriku kini lemah tanpa gairah
yang ku ingin hanyalah dirimu, slalu bersamamu
percayalah kasih, tak ada yang bisa menggantikanmu di hatiku
saat ini hanya air mata yang bisa meluapkan kesedihan
aku tak pernah tau apa jalan fikiranmu
aku hanya bisa berharap seiring dengan berjalannya waktu kau bisa seperti dulu
dalam hati kecilku yakin sayangmu itu hanya untukku
Kekuasaan internasional
berpengaruh sangat kuat terhadap eksistensi suatu bangsa, pada era globalisasi
dewasa ini ideologi kapitalismelah yang akan menguasai dunia. Kapitalisme akan
merubah ekonomi, kebudayaan, sosial, dan
politik bangsa-bangsa di dunia. Negara nasional akan dikuasai oleh negara
internasional, dimana negara internasional tersebut berprinsip kapitalisme
sementara negara berkebangsaan akan semakin terdesak. Prinsip negara
kapitalisme adalah Mencari
keuntungan dengan berbagai cara dan sarana kecuali yang terang-terangan
dilarang negara karena merusak masyarakat seperti heroin dan semacamnya,
mendewakan hak milik pribadi dengan membuka jalan selebar-lebarnya agar tiap
orang mengerahkan kemampuan dan potensi yang ada untuk meningkatkan kekayaan dan
memeliharanya serta tidak ada yang menjahatinya. Karena itu dibuatlah
peraturan-peraturan yang cocok untuk meningkatkan dan melancarkan usaha dan
tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi kecuali dalam
batas-batas yang sangat diperlukan oleh peraturan umum dalam rangka mengokohkan
keamanan, perfect Competition, price system sesuai dengan tuntutan permintaan
dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan harga yang diturunkan dalam rangka
mengendalikan komoditas dan penjualannya. Namun,
dalam menghadapi hal tersebut sangat bergantung dari kepribadian bangsa itu
sendiri. Dan setiap bangsa harus mempunyai identitas bangsa.
Dari masalah tersebut diatas,
penulis merasa perlu menyusun makalah ini untuk menambah wawasan pembaca dan
penulis sendiri mengenai identitas nasional yang menjadi titik pusat prinsip
suatu bangsa untuk melawan globalisasi. Dimana akan mengambil benang merah
berupa sejarah sebagai akar identitas nasional itu sendiri. Dalam pembahasan
ini, penulis membatasi pembahasan identitas nasional yang hanya mencakup
identitas nasional pra kemerdekaan (saat penjajahan Belanda) dan pasca
kemerdekaan (saat Indonesia berusaha menjadi anggota PBB). Dimana saat itu
identitas bangsa Indonesia sangat menonjol dari cara-caranya memperjuangkan
kemerdekaan dan mensejahterakan rakyat dengan ikut bergabung menjdai anggota
PBB.
Adapun
masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah akan dibahas mengenai
konsep identitas nasional, peranan sejarah sebagai akar identitas nasional,
factor-faktor lain pendukung kelahiran identitas nasional selain sejarah.
B. Konsep Identitas Nasional
Kata identitas berasal dari
bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri,
tanda-tanda atau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang
membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi, identitas adalah sifat
khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri,
golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri.[1]
Sedangkan
kata Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang
lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya,
agama dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan.
Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudain disebut dengan istilah
identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan
kelompok (collective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau
pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional
sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.[2]
C. Sejarah Sebagai Akar Identitas Nasional
1.Kolonosasi Belanda
Mulai
tahun 1602Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa Indonesia dengan
memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah
menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun,
kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa
Britania-Belanda
dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350
tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah
Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda menguasai wilayahnya, Aceh
berprinsip kuat dan saling gotong royong untuk mengusir Belanda.[3]
Pada abad
ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah
Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan
Hindia Timur Belanda
(bahasa Belanda: Verenigde Oostindische
Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan
dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan
melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di
kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba
berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji
pala kepada pedagang Inggris, pasukan
Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian
mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang
bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa
pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin
Mataram dan Banten.[4]
2.Kolonisasi pemerintah Belanda
Setelah VOC jatuh bangkrut pada
akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang
pendek di bawah Thomas Stamford
Raffles, pemerintah
Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa
berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa
menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat
itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara.
Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya, baik yang
Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli
pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang
mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische
Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi
orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B.
van Heutsz
pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di
sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara
Indonesia saat ini.
3.Gerakan
nasionalisme
Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada
tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I
dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari
kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di
antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena
kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.[5]
4. Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh NaziJerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan
siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan
persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia
Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra
menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan
Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.[6]
5. Pendudukan Jepang
Pada Juli
1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik
dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap
kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang
pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat
bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang
tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan,
mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan
seks, penahanan sembarang dan hukuman
mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret
1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme
perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus
mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum
perang.
Pada 9 Agustus1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman
Widjodiningrat
diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran
tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.[7]
6. Proklamasi kemerdekaan
Mendengar
kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan, pada 16 Agustus Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari
berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran
sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat
mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik
Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang
dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia
Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan.
Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8
provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah,
Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
7. Perang
kemerdekaan
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang
bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda
sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun
suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial. Usaha
Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali
ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia,
akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada
pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Demikianlah
sejarah singkat bangsa Indonesia pra dan pasca merdeka, apabila suatu bangsa
tidak memiliki sejarah yang begitu rumit dan menyakitkan mungkin identitas yang
dimiliki bangsa tersebut tidak sekuat bangsa yang berlatarbelakang buruk,
dikarenakan bangsa tersebut tidak merasakan sakitnya terjajah dan dikuasai oleh
bangsa lain.
Dan
menurut catatan sejarah, sebelum terjadi identitas negara bangsa yang modern,
bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Dua kerajaan
Sriwijaya dan Majapahit misalnya, dikenal sebagai pusat-pusat kerajaan
nusantara yang pengaruhnya menembus batas-batas territorial dimana dua kerajaan
ini berdiri.[8]
8. Identitas Nasional Indonesia saat ini
Beragamnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia merupakan suatu
tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan identitasnya,
terlebih di era globalisasi seperti saat ini. Globalisasi diartikan sebagai
suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia
akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi
sehingga interaksi manusia menjadi sempit serta seolah-olah dunia tanpa ruang.
Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.
Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan
menggeser nilai-nilai yang telah ada.
Anak-anak sebagai generasi
penerus nantinya kini mulai tak mengenal identitas bangsanya sendiri. Mereka
lebih hafal syair-syair lagu barat ataupun lagu-lagu dewasa yang cenderung
merusak moral dan mental dibandingkan dengan lirik-lirik lagu kebangsaan yang
syarat akan makna. Jika ditanya mengenai modern dance, kebanyakan dari mereka
tahu bahkan hafal di luar kepala. Namun, ketika ditanya mengenai tarian
tradisional, sangat jarang yang tahu gerakannya. Jangankan gerakannya, nama
tariannya saja sangat sedikit sekali yang tahu. Tidak hanya itu, sifat
individualisme, tidak saling peduli, yang timbul akibat rasa egoisme diri
perlahan mulai terlihat di kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya
sangat tidak sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia yang terkenal ramah tamah
di mata dunia. Bahkan, dampak negatif globalisasi juga secara sadar melumpuhkan
rasa nasionalisme masyarakat Indonesia dengan datangnya budaya-budaya baru yang
lagi-lagi tidak sesuai dengan jati diri Indonesia sesungguhnya. Masyarakat
Indonesia saat ini justru lebih merasa bangga jika dapat menguasai bahasa asing
dibandingkan dengan mempelajari bahasa persatuan dan bahasa dearahnya sendiri.
Terbukti, banyak lembaga-lembaga kursus bahasa asing bermunculan dan peserta
didiknya tak pernah sepi.
Sedangkan Bahasa Indonesia
sendiri tak satupun terlihat tempat-tempat nonformal yang khusus mengajarkan
Bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia kini lebih menyepelekan bahasa sendiri.
Padahal, dalam ujian nasional yang menentukan kelulusan, kerap kali nilai yang
jatuh terdapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Belum lagi hal-hal lain
yang semakin menenggelamkan jati diri bangsa. Banyak wanita Indonesia yang
mengubah warna rambutnya menjadi rambut ala dunia barat yang berwarna-warni.
Padahal, rambut yang paling indah pigmen warnanya adalah rambut hitam ala
Indonesia. Tak berhenti sampai disitu, globalisasi juga menyuguhkan mode-mode
fashion yang sangat jauh dari budaya ketimuran. Jika dahulu kita mudah
menjumpai pakaian kebaya yang dikenakan wanita sebagai pakaian harian, kini hal
itu mulai bergeser perlahan. Pakaian kebaya saat ini lebih di identikkan dengan
peringatan “Hari Kartini” dan pakaian ala “nenek-nenek” yang rata-rata lahir di
era kemerdekaan. Hal inilah yang seharusnya kita hapuskan dari pemikiran kita.
Jika India saja bisa membusungkan dada dengan Kain Saree-nya, Jepang
menengadahkan kepala dengan Kimono-nya, kenapa tidak untuk Indonesia dengan
Kebaya, batik atau kain songketnya?.
Semakin tertariknya Indonesia
dengan gaya hidup barat, maka akan semakin luntur nilai identitas Indonesia
yang telah lahir dan diperjuangkan pahlawan bangsa puluhan tahu lalu.
D. Faktor Pendukung Kelahiran Identitas
Nasional
Selain sejarah sebagai akar identitas nasional, ada beberapa faktor
lain yang mendukung kelahiran identitas nasional, diantaranya yaitu:[9]
a.Suku Bangsa
Suku Bangsa adalah golongan sosial yang khusus
yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan
umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau
kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
b.Agama
Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis.
Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam,
Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa
Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan
Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
c.Kebudayaan
Kebudayaan adalah
pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah
perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan
oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang
dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam
bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi.
d.Bahasa
Bahasa merupakan unsur
pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem
perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia
dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
E. Kesimpulan
Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Identitas
Nasional Indonesia saat ini telah merosot turun, dan warga Indonesia sangat
tidak menghargai perjuangan para pahlawan untuk memerdekakan Indonesia dari
penjajah, dan saat itu pula jati diri Indonesia terbentuk. Namun, ketika
Indonesia telah merdeka sedikit demi sedikit identitas dan sejarah Indonesia
telah dilupakan dan lebih banyak masyarakat yang mengadopsi budaya barat
daripada mempertahankan budaya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi,
Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Perdana Media Group.
Rozak,
Abdul. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Perdana Media Goup.