WELCOME

S
elamat datang di Blog Saya :)

Minggu, 08 Januari 2012

hanya dirimu yang ku ingin







tak pernah aku tegoda tuk berfikir yang lebih baik darimu
namun, tak nampak lagi rasa sayang itu dari wajahmu yang dulu slalu kau bilang untukku
jangankan untuk tertawa tersenyum-pun aku tertatih
diriku kini lemah tanpa gairah
yang ku ingin hanyalah dirimu, slalu bersamamu
percayalah kasih, tak ada yang bisa menggantikanmu di hatiku
saat ini hanya air mata yang bisa meluapkan kesedihan
aku tak pernah tau apa jalan fikiranmu
aku hanya bisa berharap seiring dengan berjalannya waktu kau bisa seperti dulu
dalam hati kecilku yakin sayangmu itu hanya untukku


Jumat, 06 Januari 2012

tugas akhir


Sejarah Sebagai Akar Identitas Nasional

A.      Latar Belakang
                 Kekuasaan internasional berpengaruh sangat kuat terhadap eksistensi suatu bangsa, pada era globalisasi dewasa ini ideologi kapitalismelah yang akan menguasai dunia. Kapitalisme akan merubah  ekonomi, kebudayaan, sosial, dan politik bangsa-bangsa di dunia. Negara nasional akan dikuasai oleh negara internasional, dimana negara internasional tersebut berprinsip kapitalisme sementara negara berkebangsaan akan semakin terdesak. Prinsip negara kapitalisme adalah Mencari keuntungan dengan berbagai cara dan sarana kecuali yang terang-terangan dilarang negara karena merusak masyarakat seperti heroin dan semacamnya, mendewakan hak milik pribadi dengan membuka jalan selebar-lebarnya agar tiap orang mengerahkan kemampuan dan potensi yang ada untuk meningkatkan kekayaan dan memeliharanya serta tidak ada yang menjahatinya. Karena itu dibuatlah peraturan-peraturan yang cocok untuk meningkatkan dan melancarkan usaha dan tidak ada campur tangan negara dalam kehidupan ekonomi kecuali dalam batas-batas yang sangat diperlukan oleh peraturan umum dalam rangka mengokohkan keamanan, perfect Competition, price system sesuai dengan tuntutan permintaan dan kebutuhan dan bersandar pada peraturan harga yang diturunkan dalam rangka mengendalikan komoditas dan penjualannya. Namun, dalam menghadapi hal tersebut sangat bergantung dari kepribadian bangsa itu sendiri. Dan setiap bangsa harus mempunyai identitas bangsa.
                   Dari masalah tersebut diatas, penulis merasa perlu menyusun makalah ini untuk menambah wawasan pembaca dan penulis sendiri mengenai identitas nasional yang menjadi titik pusat prinsip suatu bangsa untuk melawan globalisasi. Dimana akan mengambil benang merah berupa sejarah sebagai akar identitas nasional itu sendiri. Dalam pembahasan ini, penulis membatasi pembahasan identitas nasional yang hanya mencakup identitas nasional pra kemerdekaan (saat penjajahan Belanda) dan pasca kemerdekaan (saat Indonesia berusaha menjadi anggota PBB). Dimana saat itu identitas bangsa Indonesia sangat menonjol dari cara-caranya memperjuangkan kemerdekaan dan mensejahterakan rakyat dengan ikut bergabung menjdai anggota PBB.
                 Adapun masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah akan dibahas mengenai konsep identitas nasional, peranan sejarah sebagai akar identitas nasional, factor-faktor lain pendukung kelahiran identitas nasional selain sejarah.
B.   Konsep Identitas Nasional
                 Kata identitas berasal dari bahasa Inggris identity yang memiliki pengertian harfiah ciri-ciri, tanda-tanda atau jatidiri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Dalam term antropologi, identitas adalah sifat khas yang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri, atau negara sendiri.[1]
                 Sedangkan kata Nasional merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama dan bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita, dan tujuan. Himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudain disebut dengan istilah identitas bangsa atau identitas nasional yang pada akhirnya melahirkan tindakan kelompok (collective action) yang diwujudkan dalam bentuk organisasi atau pergerakan-pergerakan yang diberi atribut-atribut nasional. Kata nasional sendiri tidak bisa dipisahkan dari kemunculan konsep nasionalisme.[2]

C.      Sejarah Sebagai Akar Identitas Nasional
1.    Kolonosasi Belanda
Mulai tahun 1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa Indonesia dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia, Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda menguasai wilayahnya, Aceh berprinsip kuat dan saling gotong royong untuk mengusir Belanda.[3]
Pada abad ke-17 dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini bernama Jakarta. Tujuan utama VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut. Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.[4]

  2.    Kolonisasi pemerintah Belanda
                 Setelah VOC jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan. Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang besar kepada para pelaksananya, baik yang Belanda maupun yang Indonesia. Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang lebih bebas setelah 1870.
       Pada 1901 pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Politik Etis (bahasa Belanda: Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.

  3.    Gerakan nasionalisme
     Pada 1905 gerakan nasionalis yang pertama, Serikat Dagang Islam dibentuk dan kemudian diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, Budi Utomo. Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda. Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden Indonesia yang pertama, Soekarno.[5]
  
  4.    Perang Dunia II
Pada Mei 1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke Amerika Serikat dan Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.[6]

  5.    Pendudukan Jepang
Pada Juli 1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai memperoleh penghormatan dari Kaisar Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan, mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret 1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.[7]

6.    Proklamasi kemerdekaan
Mendengar kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan, pada 16 Agustus Soekarno membacakan "Proklamasi" pada hari berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air (PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman Soekarno.
Pada 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra, Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.

7.    Perang kemerdekaan
Dari 1945 hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk membentuk kembali kekuasaan kolonial. Usaha Belanda untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa, pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949 (lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Demikianlah sejarah singkat bangsa Indonesia pra dan pasca merdeka, apabila suatu bangsa tidak memiliki sejarah yang begitu rumit dan menyakitkan mungkin identitas yang dimiliki bangsa tersebut tidak sekuat bangsa yang berlatarbelakang buruk, dikarenakan bangsa tersebut tidak merasakan sakitnya terjajah dan dikuasai oleh bangsa lain.
Dan menurut catatan sejarah, sebelum terjadi identitas negara bangsa yang modern, bangsa Indonesia pernah mengalami masa kejayaan yang gemilang. Dua kerajaan Sriwijaya dan Majapahit misalnya, dikenal sebagai pusat-pusat kerajaan nusantara yang pengaruhnya menembus batas-batas territorial dimana dua kerajaan ini berdiri.[8]

8.    Identitas Nasional Indonesia saat ini
                 Beragamnya suku bangsa serta bahasa di Indonesia merupakan suatu tantangan besar bagi bangsa ini untuk tetap dapat mempertahankan identitasnya, terlebih di era globalisasi seperti saat ini. Globalisasi diartikan sebagai suatu era atau zaman yang ditandai dengan perubahan tatanan kehidupan dunia akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi informasi sehingga interaksi manusia menjadi sempit serta seolah-olah dunia tanpa ruang. Era Globalisasi dapat berpengaruh terhadap nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Era Globalisasi tersebut mau tidak mau, suka tidak suka telah datang dan menggeser nilai-nilai yang telah ada.
                 Anak-anak sebagai generasi penerus nantinya kini mulai tak mengenal identitas bangsanya sendiri. Mereka lebih hafal syair-syair lagu barat ataupun lagu-lagu dewasa yang cenderung merusak moral dan mental dibandingkan dengan lirik-lirik lagu kebangsaan yang syarat akan makna. Jika ditanya mengenai modern dance, kebanyakan dari mereka tahu bahkan hafal di luar kepala. Namun, ketika ditanya mengenai tarian tradisional, sangat jarang yang tahu gerakannya. Jangankan gerakannya, nama tariannya saja sangat sedikit sekali yang tahu. Tidak hanya itu, sifat individualisme, tidak saling peduli, yang timbul akibat rasa egoisme diri perlahan mulai terlihat di kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini tentunya sangat tidak sesuai dengan jati diri Bangsa Indonesia yang terkenal ramah tamah di mata dunia. Bahkan, dampak negatif globalisasi juga secara sadar melumpuhkan rasa nasionalisme masyarakat Indonesia dengan datangnya budaya-budaya baru yang lagi-lagi tidak sesuai dengan jati diri Indonesia sesungguhnya. Masyarakat Indonesia saat ini justru lebih merasa bangga jika dapat menguasai bahasa asing dibandingkan dengan mempelajari bahasa persatuan dan bahasa dearahnya sendiri. Terbukti, banyak lembaga-lembaga kursus bahasa asing bermunculan dan peserta didiknya tak pernah sepi.
                 Sedangkan Bahasa Indonesia sendiri tak satupun terlihat tempat-tempat nonformal yang khusus mengajarkan Bahasa Indonesia. Masyarakat Indonesia kini lebih menyepelekan bahasa sendiri. Padahal, dalam ujian nasional yang menentukan kelulusan, kerap kali nilai yang jatuh terdapat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Belum lagi hal-hal lain yang semakin menenggelamkan jati diri bangsa. Banyak wanita Indonesia yang mengubah warna rambutnya menjadi rambut ala dunia barat yang berwarna-warni. Padahal, rambut yang paling indah pigmen warnanya adalah rambut hitam ala Indonesia. Tak berhenti sampai disitu, globalisasi juga menyuguhkan mode-mode fashion yang sangat jauh dari budaya ketimuran. Jika dahulu kita mudah menjumpai pakaian kebaya yang dikenakan wanita sebagai pakaian harian, kini hal itu mulai bergeser perlahan. Pakaian kebaya saat ini lebih di identikkan dengan peringatan “Hari Kartini” dan pakaian ala “nenek-nenek” yang rata-rata lahir di era kemerdekaan. Hal inilah yang seharusnya kita hapuskan dari pemikiran kita. Jika India saja bisa membusungkan dada dengan Kain Saree-nya, Jepang menengadahkan kepala dengan Kimono-nya, kenapa tidak untuk Indonesia dengan Kebaya, batik atau kain songketnya?.
                 Semakin tertariknya Indonesia dengan gaya hidup barat, maka akan semakin luntur nilai identitas Indonesia yang telah lahir dan diperjuangkan pahlawan bangsa puluhan tahu lalu.

D.      Faktor Pendukung Kelahiran Identitas Nasional
                   Selain sejarah sebagai akar identitas nasional, ada beberapa faktor lain yang mendukung kelahiran identitas nasional, diantaranya yaitu:[9]
a.     Suku Bangsa
        Suku Bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak kurang 300 dialek bahasa.
b.     Agama
       Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu. Agama Kong Hu Cu pada masa Orde Baru tidak diakui sebagai agama resmi negara, tetapi sejak pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid, istilah agama resmi negara dihapuskan.
c.     Kebudayaan
       Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang dihadapi.
d.     Bahasa
       Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbitrer dibentuk atas unsur-unsur bunyi ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.
E.      Kesimpulan
                   Dari pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Identitas Nasional Indonesia saat ini telah merosot turun, dan warga Indonesia sangat tidak menghargai perjuangan para pahlawan untuk memerdekakan Indonesia dari penjajah, dan saat itu pula jati diri Indonesia terbentuk. Namun, ketika Indonesia telah merdeka sedikit demi sedikit identitas dan sejarah Indonesia telah dilupakan dan lebih banyak masyarakat yang mengadopsi budaya barat daripada mempertahankan budaya sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi. 2003. Pendidikan Kewarganegaraan: Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta: Perdana Media Group.
Rozak, Abdul. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Perdana Media Goup.
www.ensiklopedia-bebas-Indonesia: sejarah lahirnya Indonesia. Online (Diakses: Kamis, 9 Desember 2011 pukul 11.23)




[1] Azyumardi Azra: pendidikan kewarganegaraan, hal.23
[2] Ibid..
[3] www.ensiklopedia-bebas-Indonesia: sejarah lahirnya Indonesia
[4] Ibid..
[5]Azyumardi: Demokrasi dan hak asasi manusia, hal.25
[6] www.ensiklopedia-bebas-Indonesia: sejarah lahirnya Indonesia
[7] Ibid..
[8] Ibid..
[9] A. Ubaedillah: Demokrasi dan hak asasi manusia, hal.19