WELCOME

S
elamat datang di Blog Saya :)

Jumat, 27 Juli 2012

Kerangka Berfikir Ilmiah

a.         Perumusan masalah yang merupakan pertanyaan mengenai objek empiris yang jelas-jelas batasnya serta dapat diidentifikasikan faktor-faktor yang terkait di dalamnya.
b.        Penyusunan kerangka berfikir dalam hipotesis yang merupakan argumentasi  yang menjelaskan hubungan yang mungkin terdapat antara berbagai faktor  yang saling mengkait dan  membentuk konstelasi permasalahan. Kerangka berpikir ini disusun secara rasional berdasarkan premis-premis ilmiah yang telah teruji kebenaranya dengan memperhatikan faktor-faktor empiris yang relawan.
c.         Perumusan hippotesis yang merupakan jawaban sementara atau dugaan terhadap pertanyaan yang diajukan yang materinya merupakan kesimpulan dari kerangka berpikir yang dikembangkan.
d.        Pengujian hipotesis yang merupakan pengumpulan fakta-fakta yang relevan dengan hipotesis yang diajukan untuk memperlihatkan apakah terdapat fakta-fakta yang mendukung hipotesis tersebut atau tidak.
e.         Penarikan kesimpulan yang merupakan penilaian apakah sebuah hipotesis yang diajukan itu ditolak atau diterima. Sekiranya dalam proses pengujian terdapat fakta yang cukup yang mendukung hipotesis maka hipotesis itu diterima. Sebaliknya sekiranya dalam proses pengujian tidak terdapat fakta yang cukup mendukung hipotesis maka hipotesis ditolak. Hipotesis yang diterima kemudian dianggap menjadi pengetahuan ilmiah sebab telah memenuhi  persyaratan keilmuwan yakni mempunyai kerangka penjelasan yang konsisten sesuai dengan ilmiah sebelumnya serta telah teruji kebenaranya. Pengertian kebenaran disini harus ditafsirkan secara pragmatis artinya bahwa sampai saat ini belum terdapat  fakta yang menyatakan sebaliknya. [5]


[1] Amsal Bakhtiar. 2012. Hal.175
[2] Ibid hal.186
[3] Ibid hal.198
[4] Ibid hal.212
[5] Ibid hal.128

Senin, 23 Juli 2012

Berfikir Ilmiah


Pengertian Metode Ilmiah
            Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang disebut ilmu. Jadi ilmu merupakan pengetahuan yang di dapatkan lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmu sebab ilmu merupakan pengetahuan yang cara mendapatkanya harus memenuhi syarat tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan dapat disebut ilmu tercantum dalam apa yang dinamakan dengan metode ilmiah. Metode menurut Senn, merupakan suatu prosedur atau cara mengetahui sesuatu yang mempunyai langkah-langkah yang sistematis. Metodologi merupakan suatu pengkajian dalam mempelajari peraturan-peraturan dalam metode tersebut.  Jadi metodologi ilmiah merupakan pengkajian dari peraturan-peraturan yang terdapat dalam metode ilmiah. Metodologi ini secara filsafati termasuk dalam apa yang dinamakan epistemology. Epistemologi merupakan pembahasan mengenai bagaimana kita mendapatkan pengetahuan.[1]
Seperti diketahui berpikir adalah kegiatan mental yang menghasilkan pengetahuan. Metode ilmiah merupakan ekspresi cara bekerja pikiran. Dengan cara bekerja ini maka pengetahuan yang dihasikan diharapkan mempunyai karakteristik-karakteristik tertentu yang diminta oleh pengetahuan ilmiah, yaitu sifat rasional terpuji  yang memungkinkan tubuh pengetahuan yang disusunya merupakan pengetahuan yang dapat diandalkan. Dalam hal ini metode ilmiah mencoba menggambarkan cara berfikir deduktif dan cara berfikir induktif dalam membangun tubuh pengetahuanya.[2]

Metode Berfikir Ilmiah
Pada hakikatnya, berpikir secara ilmiah merupakan gabungan antara penalaran secara deduktif dan induktif. Masing-masing penalaran ini berkaitan erat dengan rasionalisme atau empirisme. Memang terdapat beberapa kelemahan berpikir secara rasionalisme dan empirisme, karena kebenaran dengan cara bepikir ini bersifat relative atau tidak mutlak. Oleh karena itu, seorang sarjanaa atau ilmuwan haruslah bersifat rendah hati dan mengakui adanya kebenaran mutlak tidak bisa dijangkau oleh cara berpikir mutlak yang bisa dijangkau oleh cara berpikir ilmiah.
Selain secara deduktif dan induktif, ada metode berpikir ilmiah yang lain adalah non-deduksi dimana menggabungkan antara induksi dan deduksi.Dan yang terakhir adalah metode penyelidikan ilmiah.

Metode Deduktif
            Metode deduktif adalah kebalikan dari induktif. Kalau induktif bergerak dari hal – hal yang bersifat khusus ke umum, maka metode deduktif sebaliknya, yaitu : bergerak dari hal-hal yang bersifat umum (universal) kemudian atas dasar itu ditetapkan hal-hal yang bersifat khusus. Cara deduksi ini banyak dipakai dalam logika klasik Aristoteles, yaitu dalam membentuk Syllogisme yang menarik kesimpulan berdasarkan atas dua premis mayor dan minor sebelumnya. Contohnya yang paling klasik :
- Semua manusia bisa mati
- Socrates adalah manusia
- Jadi, Socrates bisa mati
Berfikir deduktif memberikan sifat  yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya. Secara sistematik dan kumulatif pengetahuan ilmiah disusun setahap demi setahap dengan menyusun argumentasi mengenai sesuatu yang baru berdasarkan pengetahuan yang ada. Dengan demikian maka ilmu merupakan tubuh pengetahuan yang tersusun dan terorganisasikan dengan baik sebab penemuan yang tidak teratur dapat diibaratkan sebagai ‘’rumah atau batu yang bercerai berai’’. Secara konsisten dan koheren maka ilmu coba memberikan penjelsan yang rasional kepada obyek yang berada dalm fokus penelahaan.[3]
Penjelasan  yang bersifat rasional ini dengan kriteria kebenaran koherensi tidak memberikan kesimpulan yang bersifat final, sebab sesuai dengan hakikat rasionalisme yang bersifat pluralistic, maka dimungkinkan disusunnya berbagai penjelasan terhadap suatu obyek pemikiran tertentu. Meskipun argumentasi secara rasional didasarkan kepada premis ilmiah yang telah teruji kebenaran namun dimungkinkan pula pilihan yang berbeda dari sejumlah premis ilmiah yang tersedia yang dipergunakan dalampenyusunan argumentasi. Oleh sebab itu maka dipergunakan pula cara berfikir induktif yang berdasarkan kriteria kebenaran korespondensi.[4]
Teori korespondensi menyebutkan bahwa suatu pernyataan dapat dianggap benar sekiranya materi yang terkandung dalam pernyataan itu bersesuaian (berkorespondensi) dengan obyek faktual yang ditujuoleh pernyataan tersebut. Atau dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar terdapat fakta-fakta empiris yang mendukung pernyataan itu. Sekiranya orang menyatakan bahwa ‘’salju itu berwarna putih’’ maka pernyataan itu adalah benar sekiranya terdapat kenyataan yeng mendukung isi pernyataan tersebut, yakni bahwa dalam daerah pengalaman kita memang dapat diuji bahwasalju itu benar-benar berwarna putih. Bagi mereka yang sudah bisa melihat salju maka penguji semacam iini tidaklah terlalu berarti, namun bagi mereka yang belum pernah melihat salju, maka pengujian secara empiris mempunyai suatu makna yang lain. Hal ini akan mempunyai arti yang lebih lagi sekiranya seseorang menyatakan umpamanya bahwa ‘’terdapat partikel x dalam atom yang sebelumnya belum diketahui manusia’’. Pengujian secara empiris dan pernyataan semacam ini jelas bersifat  imperative, sebab bagaimana kita semua dapat mempercayai  kebenaran pernyataan itu, bila tak ada seorang pun yang melihat partikel X itu sebelumnya?[5]
Keadaan seperti ini sering terjadi dalam pengkajian masalah keilmuwan, yakni bila bila kita dihadapkan dengan pernyataan-pernyataan yang secara empiris belum kita kenali. Dan justru disinilah sebenarnya esensi dari penemuan ilmiah yakni bahwa kita mengetahui sesuatu yang belum pernah kita ketahui dalam pengkajian ilmiah sebagai kesimpulan dalam penlaran deduktif. Kesimpulan yang ditarik seperti ini sering memberikan kita pengetahuan yang belum kita kenal sebelumnya.

Metode Induktif
Metode Induktif  adalah suatu cara penganalisaan ilmiah yang bergerak dari hal-hal yang bersifat khusus (individu) menuju kepada hal yang besifat umum (universal). Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umum.[6]
Proses Induksi di mulai dengan peranan terhadap verifikasi atau pengujian hipotesis dimana  dikumpulkan fakta-fakta empiris untuk menilai apakah sebuah hipotesis di dukung fakta atau tidak. Sebenarnya dalam proses penyusunan hipotesis ini, meskipun dasar berfikirnya adalah metode deduktif kegiatannya adalah induktif. Kita tidak mampu memecahkan masalah hanya sambil bergoyang kaki di belakang meja sambil tengadah kelangit biru mencari gagasan yang mungkin dapat digunakan untuk menyusun hipotesis. Penyusunan hipotesis di lakukan dengan pengamatan secara deduktif.[7]
Langkah selanjutnya sesudah menyusun hipotesis adalah menguji hipotesis tersebut dan membandingkannya dengan dunia fisik yang nyata. Jadi cara induksi dimulai dari penelitian tehadap kenyataan khusus satu demi satu kemudian diadakan generalisasi dan abstraksi lalu diakhiri dengan kesimpulan umum.
Metode induksi ini memang paling banyak digunakan oleh ilmu pengetahaun, utamanya ilmu pengetahuan alam, yang dijalankan dengan cara observasi dan eksperimentasi. Jadi metode ini berdasarkan kepada fakta – fakta yagn dapat diuji kebenarannya.

Metode Nondeduksi
Metode nondeduksi merupakan gabungan dari metode deduksi dan metode induksi. Apabila kita menggunakan metode analisis, dalam babak terakhir kita memperoleh pengetahuan analitik apriori dan pengetahuan analitik aposteriori.[8]
Metode analisis ialah cara penanganan terhadap suatu objek ilmiah tertentu dengan jalan memilah-milahkan pengertian yang satu dengan yang lainnya. Pengertian analisis apriori misalnya, definisi segitiga mengatakan bahwa segitiga itu merupakan suatu bidang yang dibatasi oleh tiga garis lurus saling beririsan yang membentuk sudut sejumlah 180 derajat. Pengetahuan analisis aposteriori berarti bahwa kita menerapakan metode analisis terhadap suatu bahan yang terdapat di dalam empiris atau dalam pengalaman sehari-hari memperoleh sesuatu pengetahuan tertentu. Misalnya, setelah kita mengamati sejumlah kursi yang ada, kemudian kita berusaha untuk menentukan apakah yang dinamakan kursi itu? Definisinya misalnya, kursi adalah perabotan kantor atau rumah tangga yang khusus di sediakan untuk tempat duduk.Pengetahuan yang di peroleh dengan yang menerapkan metode sintesis dapat berupa pengetahuan sintetis apriori dan pengetahuan sintetis aposteriori.[9]
Metode sintesis ialah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan cara menggabungkan pengertian yang satu dengan yang lainnya sehingga menghasilkan sesuatu pengetahuan yang baru. Pengetahuan sintesis apriori misalnya, pengetahuan bahwa satu di tambah empat sama dengan lima. Aposteriori menunjukan kepada hal-hal yang adanya berdasarkan atau bterdapat melalui pengalaman atau dapat di buktiakan dengan melakukan yang di tangkap oleh indrawi. Pengetahuan sintesis aposteriori itu merupakan pengetahuan yang di peroleh dengan cara mengabung-gabungkan pengertian yang satu dengan pengertian yang lain menyangkut hal-hal yang terdapat dalam alam tangkapan indrawi atau yang adanya dalam pengalaman empiris.[10]
Metode deduksi ialah metode yang cara penangananya terhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan mengenai hal-hal yang bersifat khusus berdasarkan atas ketentuan hal-hal yang bersifat umum.
Metode induksi ialah cara penanganan terhadap suatu objek tertentu dengan jalan menarik kesimpulan yang bersifat umum atau yang bersifat lebih umum berdasarkan atas pemahaman atau pengamatan terhadap sejumlah hal yang bersifat khusus.

Metode Penyelidikan Ilmiah
Metode penyelidikan ilmiah dapat di bagi menjadi dua, metode pendidikan berbentuk daur/metode siklus empiris atau metode vertikal atau yang berbentuk garis lemmpeng/metode linier. Yang dinamakan metode siklus empiris ialah suatu cara penanganan terhadap seseatu objek ilmiah tertentu yang biasnya bersifat empiris-kealaman dan penerapanya terjadi di tempat yang tertutup, seperti di dal laboratorium, dan sebagainya.[11]
Secara singkat dapatlah dikatakan bahwa penerapan metode siklus-empiris itu berupa, pertama-tama pengamatan terhadap sejumlah hal atau kasus yang sejenis, kemudian berdasarkan atas pengamatan itu kita menarik kesimpilan yang bersifat sementara berupa ‘hipotesa-hipotesa’ dan dalam nabak terakhir, kita mengadakan terhadap hipotesa itu dalam eksperimen-eksperimen. Apabila kiata sudah berulan-ulang mengadakan eksperimen dan hasilnya juga sama, artinya menunjukan hipotesa itu mengandung kebenaran maka dalam hal ini berarti bahwa hipotesa tersebut telah di kukuhkan kebenaranya.
Jika sifat atau objeknya begitu pentingnya, orang melakukan kajian-kajian lebih lanjut. Apabila ternyata hipotesa tersebut bisa bertahan maka dapatlah hipotesa yang bersangkutan ditingkatkan martabatnya menjadi teori-teori. Akan tetapi, apabila ternyata halnya atau objeknya di pandan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, dengan melakukan kajian-kajian berikutnya dapatlah teori-teori yang bersangkutan(bila dapat bertahan) ditingkatkan menjadi ‘hukum-hukum alam’. Dalam hal ini berarti bahwa isi kebenaran dari isi teori-teori tersebut telah diperiksa sekali lagi atau telah di teliti secara dalam mengenai isi kebenaranya (vertifikasi terhadap teori-teori).[12]
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa manakalah kita menerapkan metode penyelidikan ilmiah yang berbentuk daur/metode siklus-empiris, maka pengetahuan yang dapat dihasilkannya akan berupa hipotesa,teori, dan hukum-hukum alam.
Metode vertikal/berbentuk garis tegak lurus atau mmetode linier/ berbentuk garis lempeng yang digunakan dalam penyelidikan yang pada umumnya mempunyai objek materinya hal-hal yang ada pada dasarnya bersifat kewajiban, yaitu yang lazimnya berupa atau terjema dalm tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan seperti dalam bidang politik,ekonomi,sosial dan sebagainya.Penerapan metode semacam ini apabila dikatakan mengambil bentuk garis tegak lurus berarti suatu proses bertahap, dan apabila dikatakan mengambil bentuk garis lempeng berarti proses yang bersifat setapak demi setapak.
Penerapan metode ini diawali dengan pengumpulan bahan penyelidikan secukupnya, kemudian bahan yang masuk tadi dikelompokan menurut suatu pola atau bagan tertentu. Dalam babak terakhir kita menarik kesimpulan yang umum berdasarkan atas pengelompokan bahan semacam itu dan apabila dipandang perlu kita dapat pula mengadakan peramalan/prediksi yang menyangkut objek penyelidikan yang bersangkutan. Penyelididkan semaam ini biasanya dilakukan di alam bebas atau alam terbuka, yaitu kelompok manusia tertentu.



[1] Jujun S. Suriasumantri. 2007. Hal.119
[2] Ibid hal.120
[3] Ibid hal.120
[4] Ibid hal.120
[5] Ibid hal.121
[6] Ibid hal.125
[7] Ibid hal.126
[8] Drs.Surajiyo, 2005, Ilmu Filsafat, PT Bumi Aksara, hal 67, Jakarta
[9] Ibid, hal 67
[10] Ibid, hal 68
[11] Ibid, hal 68
[12] Ibid, hal 69

vacation

salah satu tempat wisata di Ngawi adalah Benteng Van Den Bosh, nih tempat seru banget buat foto-foto meski agak serem dikit :D